SEX EDUCATION SEBAGAI PEMUTUS RANTAI PELECEHAN SEKSUAL
Pelecehan seksual merupakan bentuk tindakan seksual yang dilakukan oleh oknum terhadap orang lain dengan paksaan, ancaman ataupun intimidasi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Simbolon menurut Advisory Commite Yale College Grevabce Board and New York, pelecehan seksual adalah semua tingkah laku seksual atau kecendrungan untuk bertingkah laku seksual yang dilakukan dan diinginkan oleh seseorang baik secara verbal (psikologis) atau fisik yang menurut si pemerima, tingkah laku tersebut sebagai tindakan yang merendahkan martabat dan penghinaan
Pelecehan atau kekerasan seksual terjadi tanpa mengenal usia dan jenis kelamin, baik perempuan, laki-laki, anak-anak, dewasa, dan orang tua pun dapat menjadi pelaku atau pun korban pelecehan seksual. Tahukah Pikers? Pada 2018, Komisi Nasional anti Kekerasan terhadap Perempuan mencatat sebanyak 5.280 kasus pelecehan dan kekerasan seksual terjadi di Indonesia. Salah satu kasus pelecehan seksual yang terjadi adalah pelecehan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh seorang ayah terhadap dua anak kandungnya yang terjadi di Medan, Sumatera Utara. Dilansir dari okezone.com, pelaku dipergoki oleh sang istri saat mencabuli anaknya di lantai dua rumah mereka. Korban mengaku telah dicabuli oleh ayah kandungnya selama dua tahun terakhir.
Jika melihat contoh kasus di atas, bagaimana perasaan Pikers? Merasa prihatin, miris, bahkan tidak bisa dibayangkan bagaimana psikis anak-anak tersebut menanggung beban mereka. Dampak dari pelecehan seksual ini cenderung dirasakan secara mental meliputi rasa trauma, ketagihan, pelampiasan dendam, merasa bersalah, malu, bahkan dampak jangka panjang. Kemungkinan yang dapat terjadi adalah korban dapat menajdi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual di kemudian hari. Pelecehan atau kekerasan seksual disebabkan oleh hal-hal berikut ini:
1. Ketidaktahuan pelaku terhadap tindakan yang mereka lakukan adalah suatu kejahatan. Dikarenakan perilaku-perilaku kecil dan sepele seperti bersiul, menggoda, atau ajakan seksual yang bersifat verbal lainnya.
2. Mempunyai riwayat kekerasan seksual saat masih kecil. Adanya trauma ini membuat pelaku ingin membalasnya ketika ia dewasa.
3. Korban mudah ditaklukkan. Pria menganggap bahwa wanita lebih lemah, sehingga ditempatkan dalam posisi subordinasi yang harus dikuasai.
4. Hasrat seks yang tidak bisa disalurkan dengan pasangannya atau memiliki fantasi seksual yang mendukung adanya kekerasan seksual.
5. Pelaku memiliki otoritas atas korban. Misalnya, pelaku merupakan atasan korban. Terdapat suatu penelitian yang menghubungkan seks dengan kekuasaan, sehingga pelaku merasa lebih mudah untuk melakukan dominasi
6. Ketergantungan obat-obatan terlarang dan minuman keras.
7. Sering membaca atau menonton konten-konten porno.
8. Tidak dekat secara emosional dengan keluarga.
Melihat kasus, dampak dan penyebab terjadinya pelecehan atau kekerasan seksual di atas, perlu adanya pencegahan atau preventif, terutama melalui Sex Education atau pendidikan seksual yang diterapkan sejak dini. Bagaimana, sih, penerapan pendidikan seksual sejak dini? Simak artikel ini sampai selesai, ya, Pikers.
Pendidikan seksual akhir-akhir ini menjadi topik pembicaraan dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Baik pemerintah mau pun masyarakat diharapkan dapat menerapkan sex education agar kasus pelecehan seksual menurun. Moh. Roqib (2008), dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa pendidikan seksual dilakukan dengan memperhatikan tujuan, tingkat kedalaman materi, usia anak, tingkat pengetahuan dan kedewasaan anak, dan media yang dimiliki oleh pendidik. Pendidikan seksual dapat dilakukan di lingkungan keluarga, sosial maupun sekolah.
1. Pendidikan seksual dalam lingkungan keluarga.
Keluarga merupakan agen sosialisasi pertama bagi anak. Orang tua memegang peran yang sangat penting dalam meindungi anak dari ancaman buruknya dunia luar. hal-hal yang perlu diajarkan kepada anak adalah:
- Meyakinkan anak untuk menjelaskan keluh kesah mereka dan bersikap bijak.
- Mengajarkan kepada anak untuk tidak mengikuti orang yang tidak mereka kenal.
- Mengajarkan dan melakukan permainan menebak anggota tubuh beserta fungsinya.
- Menunjukkan anak bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain.
- Tidak melakukan hubungan seksual di depan anak.
Selain itu, keluarga juga harus peka terhadap tindakan anak yang tidak seperti biasanya dan segera mencari tahu sebabnya seperti lebih banyak diam atau tidak ceria seperti biasanya, merasa ketakutan, dan lain-lain.
2. Pendidikan seksual di lingkungan sekolah.
Agen pendidikan seksual kedua setelah keluarga adalah sekolah yang disampaikan oleh guru. Beberapa hal yang perlu disampaikan adalah mengenai kesehatan reproduksi, etika hubungan remaja, menghormati batasan dari orang lain, dan penggunaan etis dari media sosial.
Ketika tindakan preventif sudah diterapkan, maka terdapat kemungkinan bahwa angka pelecehan atau kekerasan seksual akan menurun. Namun, tetap hukum harus ditegakkan dengan tegas agar pelaku kapok dan tidak terjadi kasus yang terulang. Kita sebagai generasi muda pun harus aware mengenai masalah ini dengan mempelajari, menerapkan, dan mensosialisasikan pendidikan seksual kepada teman sebaya maupun keluarga. Jangan sampai pelecehan dan kekerasan seksual membentuk kita menjadi generasi muda yang lemah dan tidak bermartabat.
Sumber:
Roqib, Moh. 2008. “Pendidikan Seks Pendidikan Seks pada Anak Usia Dini”. Jurnal Pemikiran Alternatif Pendidikan, Volume 13, Nomor 2, 271 – 286.
Simbolon, Dewi Fiska. 2018. “Minimnya Pendidikan Reproduksi Dini Menjadi Faktor Penyebab Terjadinya Pelecehan Seksual Antar Anak”. Soumatera Law Review, Volume 1, Nomor 1, 43 – 66. ISSN 2620-5904
Sumber berita:
https://news.okezone.com/read/2020/07/28/608/2253645/2-tahun-lecehkan-anak-kandung-aksi-ayah-ini-akhrinya-tepergok-sang-ibu, diakses pada 28 Agustus 2020 pukul 20:17 WIB
https://republika.co.id/berita/qcu6n3428/komnas-kasus-kekerasan-seksual-pada-2019-capai-4898, di akses pada 28 Agustus 2020 pukul 19:30 WIB
Komentar
Posting Komentar