TOXIC FAMILY: KETIKA SIKAP “BERACUN” DATANG DARI ANGGOTA KELUARGA


oleh: Shelly Ayu Safitri

“Harta yang paling berharga adalah keluarga” begitulah lirik lagu Harta Berharga yang  dinyanyikan Bunga Citra Lestari. Dari liriknya tentu kita tau betapa berharganya sebuah  keluarga. Tetapi, selain percintaan dan pertemanan, toxic relationship juga dapat terjadi dalam hubungan orang tua dengan anak. Lho kok bisa sih? Kira-kira seperti apa toxic relationship  dalam keluarga? 

Keluarga harmonis nan suportif antar-anggotanya tentu menjadi idaman banyak orang.  Namun, kenyataannya tidak semua orang beruntung dan merasakan itu semua. Situasi keluarga  yang anggota keluarganya malah menghambat perkembangan dirinya dikenal sebagai  dysfunctional atau toxic family. Sikap-sikap beracun dari anggota keluarga dapat ditemukan  dalam relasi suami dan istri, orang tua dan anak, maupun antar-saudara kandung dan kerabat. 

Istilah toxic memang terdengar kasar, apalagi menggambarkan hubungan orang tua dengan anak. Namun, hal ini tidak boleh dianggap sepele lho PIKR-ers, karena dapat menimbulkan trauma yang berdampak negatif pada tumbuh kembang anak. Misalnya, dapat menurunkan rasa percaya diri, membuatnya takut bertemu orang tua, menyebabkan stres, memengaruhi kemampuan sosialisasi, dan mengganggu kondisi psikisnya. Seringkali perilaku toxic orangtua muncul karena meniru pola asuh yang diperoleh orang tua saat kecil, trauma masa kecil, dan gangguan psikologis. 

Lalu, apakah PIK-ers juga termasuk orang yang memiliki hubungan toxic dengan keluarga? Untuk mengetahui hal tersebut, ada beberapa ciri-ciri yang dapat dikenali, yaitu: 

1. Diminta untuk memenuhi standar yang tidak realistis 

Setiap orang tua pasti ingin mempunyai anak yang berprestasi dan membanggakan. Namun terkadang, hal yang diharapkan jauh melampaui kemampuan kita sebagai manusia biasa. Positifnya, hal itu memang bisa memotivasi dan membuat kita pantang menyerah. Tetapi negatifnya, kita bisa hidup dalam tekanan karena tidak memenuhi harapan orang tua. Pada akhirnya, bukan prestasi yang didapat, melainkan dapat mengarahkan kita menjadi depresi. 

2. Sering dikritik dengan kasar

Dikritik agar bisa hidup lebih baik itu wajar. Tetapi, jika dikritik dengan kata-kata kasar yang bahkan sama sekali tidak berhubungan dengan masalah, itu baru tidak wajar. Karena, hal tersebut sudah termasuk kedalam kekerasan verbal yang dapat mengganggu kondisi psikis seseorang. 

3. Terlalu dikendalikan 

Anggota keluarga yang toxic mungkin mencoba mengendalikan aspek utama kehidupan kita, termasuk soal hubungan percintaan dan keputusan karier. 

4. Tidak merasa dihargai dan dicintai 

Bukan keluarga namanya kalau tidak berselisih paham. Kendati demikian, keluarga yang sehat tetap bisa menemukan cara alami untuk kembali berbaikan. Apabila yang dihasilkan justru sebaliknya, misalnya kamu selalu dikucilkan, diabaikan, tak pernah dicukupi kebutuhan, berarti kamu terjebak dalam keluarga toxic. 

5. Saling mengajak untuk berbuat buruk 

Kondisi ini umumnya terjadi antara anggota keluarga yang superior ke anggota yang lebih inferior. Misalnya, kakak kamu adalah seorang pemabuk atau pengguna narkoba. Karena tidak mau terjebak dalam ‘kegelapan’ seorang diri, ia malah mengajak atau menjerumuskan kamu untuk melakukan hal yang sama dengannya. 

6. Pernah mendapat kekerasan fisik dan seksual 

Beberapa orang tua memang sering menerapkan hukuman fisik pada anak apabila berbuat salah. Mereka menganggap bahwa hal tersebut akan mendatangkan sifat disiplin dan kapok di dalam diri anaknya. Tetapi, jika sampai meninggalkan bekas luka yang permanen, hal itu justru bisa meninggalkan rasa trauma yang akan sulit hilang. Faktanya, banyak kasus kekerasan atau pelecehan seksual yang pelakunya adalah orang terdekat. 

Nah PIK-ers, lalu bagaimana cara kita jika kita punya hubungan toxic dengan keluarga ?  Mengubah perilaku tentu tidak mudah. Maka dari itu, upaya terbaik saat menghadapi perilaku toxic dari orang tua atau anggota keluarga lainnya adalah mencoba untuk tetap sabar, memberi maaf, dan pulihkan diri. Mungkin saja, kamu akan meniru perilaku toxic orang tua kamu jika tidak membentengi diri. saat terjebak dalam hubungan toxic dengan keluarga sendiri. Namun, apabila perilaku toxic yang dilakukan keluarga kamu sudah mulai mengganggu pikiran, hati dan jiwa kamu maka sebaiknya kamu dapat mencari bantuan psikologi atau psikiater agar dapat menemukan solusi yang lebih tepat dalam menghadapi perilaku toxic dari anggota keluarga. Keluarga yang baik dibagun dengan cinta, dimulai dengan kasih sayang, dan dipelihara dengan kesetiaan. 

Sumber : 
https://www.halodoc.com/toxic-relationship-dalam-keluarga-ini-tandanya 

https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3635078/ini-ciri-ciri-anda-punya-hubungan-toxic-dengan-keluarga-sendiri

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS POKOK dan FUNGSI HUMAS PIK-R AKSIOLOGI UNSOED

NGINTIP CIRI-CIRI ANTI-MAINSTREAM GENERASI STRAWBERRY! YUK KENALAN!

Ketidaksetaraan Gender dalam Akses Kesehatan Reproduksi