Yuk Kita Kenali Quarter Life Crisis Mulai dari Sekarang! (Ulfatun Sa’diyah)
“Duh, besok lulus kuliah kerja di mana ya? Atau mau lanjut kuliah lagi aja. Tapi...”
“Si A, seumuran sama aku udah kerja sambil kuliah, kok aku ngga bisa ya?”
“Aku salah jurusan kayaknya deh, ngga ada passion banget dibidang ini. Umur 21 tahun harusnya udah lulus kuliah, tapi ini...”
“Temenku umur 22 udah tunangan, kok aku boro-boro, temen deket aja ngga punya.”
Pernah merasakan hal tersebut? Atau bahkan sedang mengalaminya? Nah, mungkin kamu mengalami yang disebut Quarter Life Crisis (QLC). QLC secara sederhana dapat didefinisikan sebagai periode perubahan dari masa remaja ke masa dewasa awal yang membutuhkan banyak perjuangan baik lahir maupun batin. Perubahan-perubahan tersebut dapat tejadi di semua aspek kehidupan, baik secara emosi, fisik, maupun spiritual, sehingga tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan krisis emosional. Kiris tersebut bisa berupa kegalau-an terhadap karir, hubungan, ekonomi, keuangan, maupun masa depan.
QLC rata-rata dirasakan oleh individu di usia awal 20-an (bahkan mulai usia 18) sampai dengan usia sekitar 30-an (masih bisa terjadi di usia 35-an), dimana setiap individu akan mengalami hal yang berbeda-beda tergantung faktor pemicu dan pendorongnya.
Nah PIK-ers, sebenarnya banyak sekali faktor pemicu terjadi nya QLC ini, namun lazimnya yang terjadi di kalangan mahasiswa seperti kita adalah sebagai berikut:
- Sekarang ini, kita sudah dihadapkan pada mudahnya akses untuk memenuhi kebutuhan hidup kita. Tersedianya berbagai fasilitas dan kemudahan akan segala hal membuat seseorang justru stagnan. Hal tersebut akan menyebabkan kita menjadi gagap dalam menghadapi masalah yang sedang dihadapi.
- Banyaknya tekanan terhadap masalah yang dihadapi serta banyaknya pilihan yang tersedia untuk menyelesaikan masalah, justru membuat kita kesulitan memilih. Hal ini bisa terjadi, sebab biasanya kita selalu mengandalkan pemikiran orang lain untuk melihat masalah kita. Padahal solusi yang sebenarnya ada pada diri kita sendiri.
- Selalu melihat keberhasilan yang didapatkan dan diperlihatkan orang lain menjadi tolok ukur keberhasilan diri kita. Generasi milenial sekarang yang sudah terpapar media sosial biasanya cenderung membandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain yang dilihat di media sosial. Hal ini akan membuat mereka cenderung kurang percaya diri dan rendah diri terhadap apa yang dimilikinya. Sehingga mereka selalu mempertanyakan apa yang sudah mereka dapatkan.
PIK-ers sebagai Generasi Berencana sudah sepatutnya kita menggali solusi terhadap masalah-masalah yang sedang kita hadapi, bahkan jika diperlukan kita harus mempersiapkannya dari jauh-jauh hari. Menghadapi Quarter Life Crisis bisa dilakukan dengan kiat-kiat di bawah ini, yaitu:
- Jangan hanya memandang QLC sebagai hal yang menyebalkan saja, tetapi kita coba lihat dari sisi positifnya. Selain dilalui dengan kegalauan yang dihadapi, QLC sebenarnya bisa menjadi ajang kita dalam mencoba hal-hal baru dalam pencarian jati diri kita yang sebenarnya.
- Berhenti membandingkan diri kita dengan orang lain. Jangan jadikan kebahagiaan dan keberhasilan orang lain menjadi penggaris ukur keberhasilan dan kebahagiaan diri kita. Setiap orang akan melewati jalan yang harus dilaluinya dan setiap orang sudah memiliki masanya.
- Nikmati saja setiap proses dalam hidup kita. Biar bagaimanapun kita yang akan bertanggung jawab atas hidup kita sendiri.
“If we don’t change, we don’t grow. If we don’t grow, we aren’t really living”
-Gail Sheehy-
Salam GenRe!
Sumber:
https://buletin.k-pin.org/index.php/arsip-artikel/414-quarter-life-crisis-mengatasi-kegalauan-generasi-millenial
https://www.uny.ac.id/berita/s-dilema-problematika-kaum-Muna
https://www.independent.co.uk/life-style/quarter-life-crisis-age-most-likely-job-work-relationships-linkedin-career-house-money-a8054616.html
tetapi sungguh sulit rasanya untuk menikmati proses ketika tidak sedang sukses
BalasHapus