Menolak Diam, Jangan Bungkam

Permasalahan mengenai perempuan semakin mengemuka dewasa ini. Tuntutan-tuntutan atas hak dan kebebasan perempuan digaungkan. Isu-isu gender semakin berkembang dengan salah satu isu dominan yakni kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan kekerasan berbasis gender yang berdasarkan pemantauan Komnas Perempuan meliputi Perkosaan; Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan; Pelecehan Seksual; Eksploitasi Seksual; Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual; Prostitusi Paksa; Perbudakan Seksual; Pemaksaan perkawinan, termasukcerai gantung; Pemaksaan Kehamilan; Pemaksaan Aborsi; Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi; Penyiksaan Seksual; Penghukuman tidak manusiawi danbernuansa seksual; Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi perempuan; Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.

Jumlah kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Komnas Perempuan mencatat pada 2014 terdapat 4.475 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak perempuan, 2015 sebanyak 6.499 kasus, 2016 sebanyak 5.785 kasus dan pada 2017 tercatat ada 2.979 kasus kekerasan seksual di ranah KDRT atau relasi personal serta sebanyak 2.670 kasus di ranah publik atau komunitas. Kekerasan terhadap anak perempuan juga tercatat naik 65 persen pada 2019 yang didominasi oleh kekerasan seksual.

Dalam catatan Komnas Perempuan, kasus kekerasan seksual lebih sulit untuk diungkap dan ditangani dibanding kekerasan terhadap perempuan lainnya karena sering dikaitkan dengan konsep moralitas masyarakat. Perempuan dianggap sebagai simbol kesucian dan kehormatan, karenanya ia kemudian dipandang menjadi aib ketika mengalami kekerasan seksual, misalnya perkosaan. Korban juga sering disalahkan sebagai penyebab terjadinya kekerasan seksual. Ini membuat perempuan korban seringkali bungkam. Kebungkaman korban untuk bersuara dan memperjuangkan hak-hak nya menjadi suatu konsen tersendiri terkait kasus ini.

Sikap bungkam yang membudaya ini menjadi alasan mulai terbentuknya gerakan-gerakan anti kekerasan dan pelecehan seksual tidak hanya di Indonesia, tetapi juga dunia. Salah satu contoh relevan dalam hal ini adalah gerakan ‘Me Too’ yang diusung oleh Tarana Burke pada 2006 untuk membantu korban-korban selamat kekerasan seksual terutama perempuan berkulit hitam dan anak perempuan. Gerakan ini menjunjung semangat untuk bersuara (speak up) bagi korban agar keadilan dapat ditegakkan. Nilai-nilai yang diusung oleh gerakan ‘Me Too’ semakin mendunia dengan tagar #MeToo yang semakin terkenal.

Melihat tingginya kasus kekerasan seksual yang dialami oleh perempuan Indonesia menunjukkan pentingnya peningkatan kesadaran dan keberanian untuk bersuara terkait kasus ini. Stigma yang masih melekat, rasa tidak percaya diri korban, penerimaan lingkungan yang masih belum dapat merangkul korban kekerasan seksual selayaknya menjadi perhatian kita semua, termasuk Generasi Berencana. Gerakan ‘Me Too’ menjadi contoh konkret yang dapat kita terapkan di Indonesia tentang bagaimana krusialnya advokasi dan keberanian korban untuk memperjuangkan keadilan baginya. Di Indonesia, kita sudah menyaksikan beberapa pahlawan yang berani membuka suaranya seperti kasus Agni yang menjadi korban pelecehan seksual serta victim blaming (menyalahkan korban) dan tagar #sayajuga yang diusung oleh Tunggal Pawestri menandakan gerakan menolak diam bagi korban kekerasan dan pelecehan seksual.

Kita sebagai remaja dan Generasi Berencana memiliki tanggung jawab untuk mnggaungkan nilai-nilai keadilan terhadap perempuan, dalam hal ini kekerasan seksual. Kita harus dapat merangkul dan mendukung setiap perjuangan perempuan-perempuan yang memperjuangkan hak mereka. Kita juga harus terus berusaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat sehingga dapat membangun lingkungan yang inklusif dan ramah korban kekerasan seksual. Lingkungan yang suportif akan sangat membantu korban baik dari segi trauma psikologis maupun fisik. Dengan demikian, keberanian untuk menyuarakan keadilan bagi korban dapat terbentuk dan diharapkan semakin mengurangi jumlah kekerasan seksual bagi perempuan.  

Referensi:

https://www.komnasperempuan.go.id/file/pdf_file/Modul%20dan%20Pedoman/Kekerasan%20Seksual/15%20BTK%20KEKERASAN%20SEKSUAL.pdf

https://www.voaindonesia.com/a/dalam-12-tahun-kekerasan-terhadap-perempuan-naik-hampir-8-kali-lipat-/5319863.html

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20181126110630-284-349231/menguak-data-jumlah-kekerasan-perempuan-tahun-ke-tahun

https://metoomvmt.org/about/#history

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TUGAS POKOK dan FUNGSI HUMAS PIK-R AKSIOLOGI UNSOED

NGINTIP CIRI-CIRI ANTI-MAINSTREAM GENERASI STRAWBERRY! YUK KENALAN!

Ketidaksetaraan Gender dalam Akses Kesehatan Reproduksi