Hak Untuk Sehat, Tema Peringatan Hari AIDS 2017
Sebagian besar orang banyak
yang belum mengetahui mengapa setiap 1 desember diperingati Hari AIDS Sedunia
serta apa tujuannya. Sebenarnya peringatan ini digunakan sebagai bentuk
kampanye penyadaran pada masyarakat akan endemi penyakit AIDS di seluruh dunia
akibat penyebaran infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Menurut
sejarahnya, Hari AIDS Sedunia pertama kali dicetuskan pada Agustus 1987 oleh
James W. Bunn dan Thomas Netter, dua pejabat informasi masyarakat untuk Program
AIDS Global di Organisasi Kesehatan Sedunia di Genewa, Swiss. Bunn dan Netter
menyampaikan ide mereka kepada Dr. Jonathan Mann, Direktur Program AIDS Global
(kini dikenal sebagai UNAIDS). Kemudian, Dr. Jonathan Mann menyukai konsep itu,
lalu menyetujuinya, dan sepakat dengan rekomendasi bahwa peringatan pertama
Hari AIDS Sedunia akan diselenggarakan pada 1 Desember 1988.
Sejak peringatan pertamanya
pada tahun 1988 hingga saat ini, tema peringatan hari AIDS selalu berganti
setiap tahunnya, tema tersebut dipilih berdasarkan perkembangan isu
internasional yang berkaitan dengan AIDS. Sebetulnya setiap Tema yang dipilih
Komite Pengarah Global Kampanye Hari Aids Sedunia menyasar kepada para
pimpinan-pimpinan negara dan lembaga-lembaga di seluruh dunia untuk
bersama-sama peduli terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan AIDS. Tema
yang diambil pada peringatan Hari AIDS tahun 2017 adalah menyoroti Hak untuk
sehat bagi para ODHA (Orang Dengan HIV AIDS). Alasan pengambilan tema itu tentu
saja melihat fakta riil saat ini, bahwa sebagian besar ODHA diseluruh dunia
masih mendapatkan berbagai pelanggaran hak dan perlakuan diskriminatif.
Khususnya akses mendapatkan layanan kesehatan yang baik yang belum dapat
dirasakan oleh ODHA di seluruh dunia, akibatnya para ODHA sulit mendapatkan
kesempatan untuk sehat dan sembuh. Hal itulah yang menyebabkan HIV-AIDS menjadi
salah satu sebab terbesar penyumbang kematian manusia di dunia.
Akses kesehatan bagi ODHA
adalah titik kunci untuk mengeluarkan mereka dari lingkaran setan itu, karena
jumlah ODHA dapat ditekan melalui pencegahan dan pengobatan yang sesuai ilmu
medis. Namun kenyataanya, sebagian besar mereka (red. ODHA) justru mendapatkan
perlakuan diskriminatif dalam mendapatkan akses kesehatan. Artinya ada
“kontradiksi logika” dalam masyarakat dunia, yang disuatu sisi mengingkan
penyakit HIV-AIDS diberantas atau ditangani, tetapi disisi yang lain justru
mempertahankan konstruksi sosial semacam itu. Padahal sudah hampir 70 tahun
dunia memiliki Deklarasi HAM Internasional yang didalamnya mengatur jaminan hak
atas kesehatan (pasal 25 ayat 1 DUHAM) : “Setiap orang berhak atas taraf
kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya sendiri dan
keluarganya”. Hak atas kesehatan ini telah menyiratkan bahwa setiap negara
harus menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap individu untuk hidup sehat,
termasuk para ODHA.
Meskipun penyakit HIV/AIDS
tergolong penyakit yang belum bisa disembuhkan, pengobatan yang bisa dilakukan
yaitu dengan memperlambat perkembangan virus HIV dalam menggrogoti sistem
kekebalan tubuh penderitanya. Pengobatan ini dapat membuat penderita HIV/AIDS
untuk hidup lebih lama dan bisa menjalani kehidupan seperti biasa. Karena itu,
peringatan Hari Aids Sedunia 2017 juga harus berisi edukasi terkait pengobatan
penyakit HIV/AIDS. Di Indonesia itu sendiri perlakuan yang kurang baik hingga
diskriminasi hak hidup orang dengan HIV/AIDS (ODHA) masih sering terjadi,
kondisi tersebut terjadi umumnya karena masyarakat Indonesia kurang mendapat
informasi tentang penyakit HIV/AIDS, akibatnya masyarakat cenderung menghindari
pergaulan dengan penderita HIV / AIDS karena takut tertular.
Di Indonesia sendiri
sebenarnya permasalahan dan penanganan HIV-AIDS sudah diatur dalam
peraturan yang bersifat teknis, yaitu dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik No 21 Tahun 2013 yang isinya antara lain menjamin Hak atas pelayanan
kesehatan tanpa terkecuali bagi para ODHA, kemudian Hak atas Informasi atas
pendidikan mengenai pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS. Konkretnya diatur dalam
Pasal 30 ayat (1) Permen tersebut, menegaskan bahwa setiap fasilitas kesehatan dilarang menolak pengobatan
dan perawatan ODHA. Namun kenyataannya di Indonesia antara Das Sollen dengan
Das Sein sangat jauh. Karena, dalam praktiknya sejumlah sarana kesehatan milik
negara pun masih banyak yang menolak dan menelantarkan ODHA, utamanya karena
sebab ekonomi. Kemudian dalam pendidikan mengenai HIV/AIDS di Indonesia masih
sangat kurang, hal tersebut tercermin kurangnya kesadaran masyarakat atas
pentingnya penanganan HIV-AIDS.
Melalui Kampanye
#myrighttohealth pada peringatan hari AIDS sedunia 2017 diharapkan mampu
mengembalikan hak-hak hidup penderita HIV/AIDS yang selama ini cenderung
terdiskriminasi serta menempatkan harkat dan martabat orang dengan HIV/AIDS
sejajar tanpa terkecuali. Menempatkan hak untuk sehat dan hak-hak hidup lainnya
pada pusat kesehatan global dan tersedianya perawatan kesehatan yang
berkualitas yang mudah diakses dapat mengakhiri wabah penyebaran virus HIV
sebagai penyebab penyakit AIDS yang selama ini menjadi ancaman kesehatan
masyarakat dunia. Kemudian harapannya kami (PIK-M AKSIOLOGI UNSOED) sebagai
bagian masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Banyumas dan sekitarnya
melalui kampanye ini,mendorong agar pemerintah dalam hal ini sebagai pelayan
masyarakat pemerintah segera mempersiapkan peraturan atau undang-undang yang
menjamin perlindungan sosial bagi ODHA dari segala macam diskriminasi dan
stigma. Perlindungan tersebut diantaranya diwujudkan dalam skema asuransi
kesehatan, pelayanan sosial melalui home health care, dan income maintanence
terutama perwujudan hak-hak dan kesetaraan bagipara ODHA, kemudian mendorong
pemerintah agar segara mengakomodir pendidikan mengenai HIV-AIDS yang lebih
komperehensif dan dilaksanakan sedini mungkin.
SALAM GENRE!!!
Ditulis oleh Dany Hilmi Amrullah.
Sumber bacaan:
Komentar
Posting Komentar